Notification

×

Iklan


Ratusan Warga Poboya Tagih Janji Penciutan Lahan PT CPM, Wakapolda Dorong Dialog dan Ruang Hidup Rakyat

Selasa, 16 Desember 2025 | Desember 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-16T11:39:52Z

PALU
– Ratusan warga Poboya dan masyarakat lingkar tambang kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan pintu masuk Kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), Senin (15/12/2025). Aksi ini digelar untuk menagih janji perusahaan terkait pengajuan penciutan lahan kontrak karya yang dinilai sebagai harga mati bagi warga setempat.
Bagi masyarakat Poboya, tuntutan penciutan lahan bukan semata persoalan ekonomi, melainkan perjuangan mempertahankan hak atas wilayah adat dan ruang hidup yang diwariskan secara turun-temurun. Warga menolak seluruh wilayah tambang dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan tanpa memberi ruang bagi masyarakat lokal.

“Penciutan lahan adalah jalan kami untuk mempertahankan warisan leluhur yang harus kami jaga dan wariskan kepada anak cucu. Tanah Kaili tidak boleh diambil seluruhnya,” tegas para orator dalam aksi tersebut.

Aksi berlangsung dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, TNI, serta petugas keamanan internal perusahaan guna memastikan situasi tetap kondusif. Aspirasi warga disampaikan secara bergantian melalui mobil sound system.

Sejumlah tokoh dan perwakilan warga turut menyampaikan orasi, di antaranya Koordinator Lapangan Kusnadi Paputungan, Ketua Batara Agus Walahi, Tokoh Masyarakat Lasoani Sofyan Aswin, Ketua Rumpun Da’a Sulawesi Tengah Irianto Mantiri, Pengurus Adat Kawatuna Amin Panto, serta perwakilan Front Pemuda Kaili Moh. Tezar dan Amir Sidik.

Dalam orasinya, para perwakilan warga mendesak PT CPM segera mengajukan surat permohonan penciutan kontrak karya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia sesuai peta dan titik koordinat yang telah diajukan oleh lembaga adat Poboya.

Masyarakat yang tergabung dari berbagai elemen—masyarakat adat Kaili Tara, Rumpun Kaili Da’a, warga lingkar tambang, sopir dump truck, pedagang, hingga pencari nafkah di area tambang Poboya—menyampaikan dua poin utama tuntutan. Pertama, mendesak PT CPM segera mengajukan permohonan penciutan kontrak karya ke Kementerian ESDM. Kedua, meminta agar proses tersebut dilakukan secara terbuka dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Tuntutan warga tersebut dibacakan oleh Syafrudin. Ia menegaskan, apabila tuntutan itu tidak dipenuhi, warga akan terus memperjuangkan haknya sesuai ketentuan yang berlaku.

Di tengah aksi tersebut, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dr. Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf, didampingi Kapolresta Palu Kombes Pol Deny Abrahams, S.H., S.I.K., M.H., menemui perwakilan tokoh masyarakat Poboya dan warga lingkar tambang. Pertemuan berlangsung di salah satu warung makan yang berjarak sekitar 500 meter dari kantor PT CPM, Senin malam (15/12/2025).

Dalam pertemuan itu, Wakapolda menegaskan pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan dialogis. Ia mengingatkan semua pihak agar menghindari tindakan anarkis dan permusuhan yang berlarut-larut.

“Tujuan kita adalah pelayanan dan penyelesaian yang baik-baik. Jangan sampai ada tindakan anarkis atau permusuhan yang tidak bisa dikompromikan. Apa yang diinginkan perusahaan dan masyarakat harus dibicarakan dengan duduk bersama,” ujar Helmi Kwarta.

Menurutnya, konflik yang terjadi selama ini lebih disebabkan oleh terputusnya komunikasi antara perusahaan dan masyarakat. Karena itu, ia mendorong PT CPM membuka ruang dialog dan menjadikan masyarakat lokal sebagai bagian penting dalam aktivitas pertambangan.

Wakapolda juga menekankan perlunya memberi ruang kepada masyarakat untuk tetap beraktivitas dan menambang di lahan yang telah disepakati, sambil menunggu proses administrasi penciutan lahan dari Kementerian ESDM.

“Kalau kita mau selesaikan, sebenarnya ini bisa diselesaikan dengan sederhana. Perusahaan harus membantu masyarakat dengan data, informasi, dan konsep yang jelas. Masyarakat juga perlu dibantu agar kegiatan tambangnya berkualitas dan sesuai aturan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kegiatan pertambangan rakyat yang dikelola dengan baik tetap memberikan kontribusi kepada negara melalui pajak dan penerimaan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan dapat membina masyarakat, termasuk melalui pendampingan teknis, penyediaan peralatan, serta pengelolaan hasil tambang yang sesuai ketentuan.

“Perusahaan harus memikirkan masyarakat sebagai bagian dari kalian. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan jika ada kemauan bersama. CPM tidak akan ditutup jika masyarakat bisa dibantu dan dilibatkan,” tegas Wakapolda.

Pertemuan tersebut diharapkan menjadi langkah awal untuk meredam ketegangan serta membuka jalan menuju penyelesaian konflik yang adil, damai, dan berkelanjutan antara PT CPM dan masyarakat Poboya.

Iklan-ADS

close
Banner iklan disini