Notification

×

Iklan

Iklan-ADS

Iklan

Iklan-ADS
DPRD BANGAI KEPUlauan

Pertemuan Masyarakat Lingkar PT ANA yang Fasilitasi Pemprov Sulteng Tidak Transparan

Kamis, 09 Mei 2024 | Mei 09, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-09T13:34:35Z

Infoselebes.com
. Palu - Dalam pertemuan masyarakat lingkar PT Agro Nusa Abadi (ANA) yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi, Rabu (9/5/24) kemarin. Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) menghargai usaha tersebut.

Menurut Pimpinan SPPT Ambo Endre, mediasi yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah itu sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan antara masyarakat dan PT ANA.

Namun, kata Ambo upaya penyelesaian tersebut sangat tidak transparansi. Pasalnya sebelum proses verifikasi dan validasi yang dilakukan unsur Pemerintah, tidak melibatkan masyarakat khususnya yang tergabung dalam SPPT.

" Saya sebagai pimpinan serikat sama sekali tidak dilibatkan dalam proses itu, padahal saya masuk dalam SK Gubernur sebagai pengawas," ungkapnya.

Sementara itu, koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS), Eva Bande mengkritisi soal Pemerintah Provinsi yang sampai saat ini tidak melakukan tindakan terhadap PT ANA yang selama ini beroperasi tidak mengantongi Hak Guna Usaha (HGU).


Lebih jauh aktivis agraria itu menjelaskan bahwa, perkebunan di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Seorang pengusaha di bidang perkebunan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah persyaratan pada Pasal 42 UU Perkebunan.

Sebelum dilakukanya pengujian pada pasal 42 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan bahwa Kegiatan usaha budi daya Tanaman perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin Usaha perkebunan. Didalam pasal tersebut terdapat frasa “hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan”.

Frasa tersebut dianggap bertentangan dengan Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Adanya permasalahan tersebut MK melakukan pengujian kembali (judicial review) terhadap pasal 42 UU Perkebunan. Dalam Putusan MK Nomor 138/PUUXIII/2015, majelis hakim MK mengubah bunyi frasa yang semula “dan/atau” menjadi kata “dan” saja. Sehingga perusahaan perkebunan baik yang sudah berdiri maupun yang akan mendirikan perusahaan perkebunan wajib memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan. 

" Sehingga hal ini memastikan bahwa pemerintah dan perusahaan taat terhadap putusan MK, mensosialisasikan hasil keputusan ini kepada seluruh pihak terutama masyarakat dan petani kelapa sawit," 


Samsir
Siap-Cetak
close
Banner iklan disini