Notification

×

Iklan


PERANG ISRAEL-IRAN DARI PERSPEKTIF BISNIS MINYAK DAN PERUSAHAAN SISTEM DAN ALAT PERSENJATAAN

Rabu, 25 Juni 2025 | Juni 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-25T08:53:18Z

Oleh: Adi Prianto (Pengurus DPP PRIMA)

Perang Israel dan Iran telah masuk pekan kedua sejak Israel resmi menyerang 12 Juni 2025 ke Iran, pola perang kedua negara ini jika mengikuti Ukraina-Rusia, perang dalam tempo yang panjang maka situasi peperangan berubah menjadi perang kawasan yang melibatkan banyak Negara menjadi aliansi, saat ini yang kelihatan terbuka Israel bersama Amerika dan negara-negara G7.

Kata kunci lain perang Irak-Israel adalah selat Hormuz, selat yang dikelilingi oleh 6 (enam) Negara: Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Oman, Uni Emirat Arab, Iraq dan Iran. Kesemuannya adalah penghasil minyak mentah untuk pasokan global. Mengutip dari www.ceicdata.com, bulan Januari 2025 Arab Saudi memproduksi minyak mentah 8.937.000 barel, Qatar menghasilkan 595.000 barel, Oman juga 814.526 barel, Uni Emirat Arab menghasilkan minyak mentah sebesar 2,933.000 barel, Irak menghasilkan 3,999.000 barel dan Iran sejumlah 3,280.000 barel. Selat Hormuz menjadi lalu lintas distribusi minyak mentah untuk 20% kebutuhan global dari keenam negara dimaksud, penutupan selat ini dan menjadi pilihan strategi kedua oleh Iran akan mengunci perdagangan minyak bagi 5 (lima) negara yang tidak ikut berperang tetapi mengakibatkan resiko kenaikan harga minyak mentah.

Kenaikan harga minyak dunia memberikan peluang kepada pemain minyak di luar kawasan Timur Tengah, dua dari Big Oil adalah Exxon Mobil yang berkantor di Irving Amerika Serikat dan Chevron yang berkantor di San Ramon California Amerika Serikat. Pada kuartal pertama 2025 Exxon Mobil, sebagaimana yang mereka umumkan pada laman mereka, mendapatkan keuntungan sebesar $ 7,7 milyar—sebelum terjadi perang Israel dan Iran--.

Serangan balik Iran ke Israel 19 Juni 2025, narasi besar yang muncul adalah kecanggihan Iron dome, drone dan radar milik Israel yang mencegat rudal dan drone kamikaze di langit Tel Aviv. Narasi besar ini bukanlah murni dari kampanye perang, lebih kepada narasi yang diciptakan oleh perusahaan untuk meraup untung lebih dari produksi kecanggihan senjata-senjata yang beroperasi di Israel.

Alat perang modern milik Isrel tersebut diproduksi oleh Elbit System, perusahaan publik yang berbasis di Haifa Israel yang didirikan pada tahun 1966, perusahaan ini memiliki pelanggan tunggal yakni Kementrian Pertahanan Israel (IMOD). Sebagai intentitas bisnis, Elbit System beroperasi dan memproduksi bidang aerospace, sistem darat dan angkutan laut, pengawasan dan pengintaian (C4ISR), sistem pesawat tanpa awak (UAS), elektro-optik canggih, sistem ruang elektro-optik, suite perang elektronik, sistem intelijen sinyal (SIGINT) dan mengembangkan teknologi baru untuk pertahanan.

Saham mayoritas Elbit System terdiri dari Federmann Enterprises Ltd yang memegang saham sebesar 45,8%, perusahaan milik saudagar kaya bernama Michael Ilan Yoel "Mikey" Federmann berkebangsaan Israel. Selanjutnya pemegang saham mayoritas adalah Heris Asktiengesellschaft sebesar 8,9%, Psagot Invesment House, FMR, Invesco, Gilder Gagnon Hoewe & Co, Renaissance Tecnologies, Altshuler Shaham, Delek Group, Vanguard Group dan Deudsche Bank, Dewan Investasi Pensiun Sektor Publik Kanada, Bank Of Montreal dan Royal Bank Of Canada.

Tanpa perang Israel dan Iran, Elbit System tahun 2018 meraup keuntungan mencapai $3,7 miliar dengan pendapatan bersih sebesar $470 miliar, 2020 mencapai $4,6 miliar. Sekarang adanya perang, anda sudah bayangkan keuntungan bersih yang diraup dari Elbit System dari arena tarung Iran-Israel.

Perang sebagaimana sejarah menyebutkan mengorbankan rakyat, tetapi tidak untuk negara-negara yang lebih kental mengejar keuntungan lewat tangan bisnisnya. 
Screenshot-2025-03-25-143624 Gambar-Whats-App-2025-03-24-pukul-11-50-41-9ee826ec Screenshot-2025-03-25-135243 Dinas Pertanian dan Perkebunan TORABELO Dinas Pertanian dan Perkebunan
Iklan-ADS

close
Banner iklan disini