Infoselebes.com, Jakarta – Sejumlah tokoh adat Poboya dan tokoh masyarakat lingkar tambang mendatangi kantor PT. Citra Palu Mineral (CPM) yang berlokasi di Menara Bakrie Tower, Jakarta, pada Selasa (26/8/2025).
Kehadiran mereka bertujuan untuk menagih janji yang pernah disampaikan Direktur Legal PT. Bumi Resources Minerals (BRMS), Muhammad Sulthon, terkait usulan penciutan lahan kontrak karya.
Janji tersebut sebelumnya diungkapkan saat peresmian tambang bawah tanah (underground mining) di Poboya pada 20 Mei 2025. Saat itu, pihak BRMS menyatakan kesediaan untuk bersama-sama masyarakat mendatangi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna mengusulkan penciutan lahan kontrak karya CPM.
Namun, dalam pertemuan terbaru di Jakarta, perwakilan masyarakat dibuat terkejut. Muhammad Sulthon menegaskan bahwa PT. CPM tidak dapat secara sepihak menciutkan lahan kontrak karya. Sebagai gantinya, ia menawarkan skema kerja sama antara perusahaan dan masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan warga Poboya dan lingkar tambang.
Tawaran tersebut langsung ditolak oleh perwakilan masyarakat. Mereka menilai, tanpa penciutan lahan, tidak ada kepastian hukum dan jaminan keberlanjutan bagi masyarakat Poboya yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas tambang.
Tokoh masyarakat dan juga Ketua Koperasi Mosinggani Sejahtera Poboya, Sofyar menegaskan bahwa amanah yang dibawa dari masyarakat adalah meminta persetujuan tertulis atau rekomendasi penciutan lahan kontrak karya, bukan skema kerja sama yang sifatnya tidak pasti.
“Itu sudah harga mati. Kami datang membawa amanah dari masyarakat. Apa pun keputusan hari ini, akan kami sampaikan kepada warga Poboya. Dan itu akan menentukan langkah apa yang akan diambil selanjutnya,” ujar Sofyar di hadapan Direktur Legal BRMS.
Sementara itu, tokoh masyarakat lainnya, Sophian Aswin, menilai langkah mendatangi kantor BRMS dan CPM di Jakarta merupakan bagian dari diplomasi damai. Menurutnya, masyarakat Poboya tidak ingin terus-menerus dianggap sebagai penambang ilegal di tanah ulayat sendiri.
“Saya rela turun gunung memperjuangkan ini. Kalau janji tidak ditepati, saya siap memimpin massa untuk menyuarakan aspirasi rakyat Poboya di Palu. Jangan salahkan kami jika terjadi gejolak. Kalau perusahaan bisa menambang, kenapa rakyat tidak bisa?” tegas Sophian.
Hal senada juga disampaikan Idiljan Djanggola, yang menyebut perjuangan masyarakat Poboya bukan sekadar kepentingan ekonomi, tetapi juga bagian dari menjaga hak ulayat dan keberlangsungan hidup warga lingkar tambang.
“Kami tidak anti-investasi, tetapi masyarakat juga harus diberi ruang legal untuk bekerja di tanahnya sendiri. Jangan sampai rakyat terus menerus diposisikan sebagai pelanggar hukum,” ungkapnya.
Dengan belum adanya kepastian soal penciutan lahan kontrak karya, para tokoh masyarakat Poboya menegaskan akan terus memperjuangkan hak-hak rakyat. Mereka berharap pemerintah pusat, khususnya Kementerian ESDM, segera menindaklanjuti persoalan ini agar tidak menimbulkan konflik horizontal di lapangan. (**)